Agriculture
Perubahan iklim secara langsung berdampak pada produktivitas panen dan produksi makanan. Perubahan di setiap daerah berbeda-beda tergantung iklimnya namun melebarkan perbedaan besar hasil produksi dan kebutuhan konsumsi antara negara berkembang dan negara maju. Hasil analisis yang ada saat ini merekomendasikan untuk pembatasan perubahan pada iklim, tapi cuaca ekstrim atau mencairnya gletser akan tetap berpotensi terjadi dan memicu penurunan produktivitas lebih jauh. Luas lahan pertanian diperkirakan turun untuk semua jenis komoditi di semua wilayah produksi saat suhu rata-rata global meningkat di atas 3 derajat Celcius. Untuk beberap komoditi, luas lahan bisa menurun hingga lebih dari 20 persen terutama di wilayah berlintang rendah karena terkena dampak paling besar. Hal ini dapat menyebabkan risiko kelaparan bagi 10-100 juta orang atau naik antara 10-20 persen. Sebagian besar peningkatan ini diperkirakan terjadi di daerah sub-Sahara Afrika dan di beberapa bagian Asia Tenggara dan Amerika Tengah. Gizi buruk pada anak-anak pada tahun 2050 diperkirakan meningkat hingga 24 juta anak. Ketersediaan Air Peningkatan suhu rata-rata global sebesar 4 derajat Celcius (7 derajat Fahrenheit) akan menyebabkan dampak buruk terhadap aliran sungai dan ketersediaan air. Seiring kenaikan populasi , di tahun 2080, tanpa perubahan iklim, lebih dari 3 miliar orang, dari total populasi 7,5 milyar, yang tinggal dalam area dengan ketersediaan air terbatas (kurang dari 1000 meter kubik/orang/tahun). Dengan berkurangnya aliran sungai, perubahan iklim dapat berarti kekurangan air bisa dirasakan oleh satu miliar orang (berkisar antara 0,4 hingga 2 miliar orang), tentu saja juga meningkatkan tekanan dalam hal pengaturan penyediaan air. Selain itu, mencairnya es gletser, penduduk yang bergantung pada sumber air gletser juga akan terancam.
Air Laut Naik
Kenaikan tinggi permukaan air laut merupakan konsekuensi yang tak dapat dihindarkan dari kenaikan suhu global. Daerah pantai yang rendah akan lebih mudah tergenang dan erosi. Dampak yang besar akan terasa mengingat daerah tersebut biasanya kawasan padat penduduk, lokasi infrastruktur yang penting, atau punya nilai agrikultural yang tinggi, dan tempat hidup beragam makhluk hidup. Pada awal abad ke-21, sekitar 600 juta penduduk tinggal pada ketinggian tak lebih dari 10 meter di atas permukaan air laut. Asia Selatan dan Asia Timur memiliki populasi penduduk yang tinggal pada delta yang rendah paling tinggi, dan juga pulau-pulau kecil yang sangat rentan terhadap kenaikan air laut dan gelombang badai. Ro dapat menyebabkan erosi tanah, berkurangnya hasil panen dan ketersediaan air bersih, berisiko mengganggu stabilitas dan keamanan. Akhirnya bagi sebagian di antaranya, migrasi adalah hal yang tak dapat dihindarkan.
Siklus Karbon
Peningkatan konsentrasi CO2 di abad ke 20, hanya sekitar 40-50 persen dari tingkat emisi rata-rata karena sisanya diserap oleh ekosistem dan samudera. Proses ini mungin berubah akibat perubahan iklim sehingga efek dari konsentrasi emisi di atmosfor dapat lebih besar di masa depan. Jika terjadi peningkatan suhu 4 derajat Celcius (7 derajat Fahrenheit) pada suhu rata-rata global, kandungan emisi CO2 di atmosfer bisa meningkat hingga 70 persen. Semakin lama penurunan emisi ditunda, maka semakin tidak efektif upaya melakukan stabilitas CO2 di atmosfer.
Suhu Naik
Kenaikan suhu rata-rata global 4 derajat Celcius (7 derajat Fahrenheit) tidak berdampak seragam karena samudera lebih lambat menghangat daripada daratan, dan daerah lintang tinggi, khususnya Kutub Utara akan mengalami peningkatan suhu yang besar. Jumlah hari dengan suhu sangat tinggi juga akan meningkat dan banyak area dengan kepadatan populasi tinggi akan menghadapi perubahan besar berupa peningkatan suhu sangat ekstrim. Ini akan berdampak signifikan pada kesehatan. Kenaikan suhu akan berdampak pada ketersediaan air, produktivitas panen, resiko kebakaran, pencairan bongkah es dan kantung es. Aktivitas komersial juga terpengaruh akibat naiknya suhu berupa menurunnya produktivitas atau naiknya biaya untuk menyediakan fasilitas pendingin. Kematian akibat suhu ekstrim dan dampak kesehatan merugikan lainnya akan kian meningkat, meski sudah melakukan aklimatisasi, adaptasi, dan berkurangnya kematian akibat udara terlalu dingin. Pada tahun 2003, misalnya, gelombang panas di Eropa menyebabkan kematian sekitar 35.000 orang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar