Kamis, 20 Mei 2010

Indonesia Memiliki Potensi Sebesar US$56 juta/ tahun untuk Proyek Investasi Mekanisme Pembangunan Bersih.

Indonesia Memiliki Potensi Sebesar US$56 juta/ tahun untuk Proyek Investasi Mekanisme Pembangunan Bersih.


For Immediate Release
07 December, 2001; 09:00

Indonesia berpotensi mendapatkan proyek investasi sebesar US$ 56 juta/ tahun melalui mekanisme CDM (Clean Development Mechanism), yaitu salah satu mekanisme Protokol Kyoto untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Adapun total potensi pasar dunia untuk CDM sebesar US$ 297 juta/ tahun.

“Menurut sebuah studi nasional, Indonesia memiliki potensi untuk proyek CDM sebesar 25 juta ton karbon tiap tahunnya, senilai dengan US$ 56 juta/ tahun selama lima tahun,” ujar Agus P. Sari, Direktur Eksekutif Pelangi.

“Negara Uni Eropa, Jepang dan Australia adalah calon investor yang paling potensial untuk proyek CDM,” tambah Agus P. Sari

Pelangi menghimbau Pemerintah Indonesia untuk segera membentuk badan nasional untuk CDM, karena pemerintah Belanda telah membuka tender tahap pertama untuk proyek CDM sejak November 2001 hingga 31 Januari 2002.

Setelah dibentuknya Badan Eksekutif untuk CDM pada COP (Conference of Parties) lalu di Maroko, maka negara berkembang yang tertarik dengan proyek CDM seperti Indonesia, harus segera membentuk badan nasional yang berwewenang terhadap proyek CDM dalam negeri. Badan Nasional ini bertindak sebagai penghubung antara negara tuan rumah dan sekretariat PBB untuk Perubahan Iklim, serta Badan Eksekutif untuk CDM. Selain itu berwewenang untuk menyetujui proyek, sebagai focal point untuk proyek CDM dalam negeri, dan bertugas untuk menyediakan data base mengenai segala hal yang berhubungan dengan CDM.

Berhubung jumlah pasar CDM sedikit, maka Indonesia harus bersaing dengan negara berkembang lainnya untuk memasukkan investasi asing melalui proyek CDM.

“Jangan sampai ketika ada proyek CDM dari Indonesia yang sudah siap didanai oleh investor asing, namun Indonesia harus kehilangan kesempatan untuk berinvestasi, karena di dalam negeri belum ada badan nasional yang mengatur tentang pelaksanaan proyek CDM tersebut,” ujar Agus P. Sari

Clean Development Mechanism adalah satu dari tiga mekanisme yang terdapat dalam ketentuan Mekanisme Fleksibilitas di dalam Protokol Kyoto. Mekanisme CDM ini mengijinkan negara maju untuk mendapatkan kredit dalam menurunkan emisi GRK-nya dengan menginvestasikan proyek rendah emisi di negara berkembang. Selain keuntungan finansial, melalui proyek CDM negara berkembang juga akan mendapat keuntungan transfer teknologi dan industri bersih.

Disepakatinya pemanfaatan hutan dan pepohonan sebagai penyerap emisi (sink) dalam Protokol Kyoto, pada COP 7 lalu di Maroko, di satu sisi memperluas kesempatan Indonesia untuk mendapatkan proyek bantuan investasi asing melalui Clean Development Mechanism (CDM), namum di sisi lain justru memperkecil pasar CDM.

Diperkirakan dengan penolakkan AS terhadap Protokol Kyoto pada Maret lalu dan diberlakukannya sink, maka pasar CDM akan berkurang sekitar 75 persen dari sebelumnya. “Dengan diberlakukannya sink serta penolakkan AS, diperkirakan akan menurunkan pendapatan Indonesia melalui CDM dari US$224 juta per tahun menjadi US$ 56 juta per tahun, dengan asumsi harga per ton karbon US$1.83,” ujar Olivia salah satu peneliti di Pelangi.

Pada tanggal 29 Oktober hingga 10 November lalu, perwakilan dari 164 negara berkumpul di Marakesh, Maroko, untuk menghadiri Konferensi Para Pihak ke-7 (COP 7) mengenai isu perubahan iklim. Pada COP 7 kali ini bertujuan untuk menyepakati dan mengadopsi sejumlah peraturan, yang telah didiskusikan pada COP sebelumnya di Bonn-Jerman, yang mengatur secara teknis kinerja Protokol Kyoto.





http://www.pelangi.or.id/press.php?persid=21

Tidak ada komentar:

Posting Komentar