Negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional yang bersifat rasional dan monolith, jadi bisa memperhitungkan cost and benefit dari setiap tindakannya demi kepentingan keamanan nasional sehingga fokus dari penganut realism adalah struggle for power atau realpolitik. Kemudian realisme berpendapat bahwa sifat dasar interaksi dalam sistem internasional yakni anarki, kompetitif, konflik, dan kerjasama pada dasarnya dibangun hanya untuk kepentingan jangka pendek. Ketertiban dan stabilitas hubungan internasional hanya akan dicapai melalui distribusi kekuatan. Penganut realisme politik memberikan usulan kepada para aktor negara yang ingin menghindari kehancuran di dunia agar mendasarkan tindakannya pada pertimbangan prudence (bijaksana, dengan perhitungan matang dan wajar) dan selalu mengimbangi kekuatan dengan kekuatan. Bagi Morgenthau, berpolitik adalah bertindak dengan pertimbangan kekuasaan atau kekuatan.
"Kita berasumsi bahwa negarawan berfikir dan bertindak berdasar kepentingan yang berwujud kekuasaan dan ini didukung oleh bukti sejarah. Asumsi itu memungkinkan kita untuk seolah-olah menelusuri kembali dan memperkirakan kemungkinan langkah-langkah yang diambil oleh seorang negarawan dalam arena politik, di masa lain, sekarang atau masa depan. Dengan berpikir dalam pengertian kepentingan, yang diartikan sebagai kekuasaan, kita berpikir sebagaimana negarawan itu berpikir, dan sebagai pengamat yang tidak terlibat kita bisa memahami pemikiran dan tindakannya dengan lebih baik daripada si pelaku politik itu sendiri.".
Asumsi-asumsi tersebut memberikan gambaran tentang negarawan yang secara aktif saling bersaing, saling menilai kekuatan, saling pengaruh-mempengaruhi dan saling menekan dalam “dunia yang hanya mengenal bahasa kekuatan” Upaya mempengaruhi negara lain didasarkan pada ke¬kuatan yang bisa diraih oleh negara itu
Hans J. Mongenthau. 1978. Politics Among Nations. New York: Alfred A. Knop
Kamis, 20 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar